Baturraden adalah sebuah obyek wisata menarik yang terletak di pinggang Gunung Slamet (+3.432m), sekitar 14 km sebelah utara Purwokerto, ibukota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Gunung yang menjulang tinggi itu bisa dilihat dengan jelas dari rumah keluarga di sebuah dusun bernama Mersi, Purwokerto Wetan. Kunjungan terakhir saya ke Purwokerto memakan waktu sekitar 5 jam dengan kereta pagi dari Jakarta, atau 2-3 jam lebih cepat dibandingkan dengan mengendarai mobil. Biasanya lal pertama yang saya lakukan ketika tiba di Purwokerto adalah menikmati Soto Jalan Bank, di Jalan Bank, di jantung kota Purwokerto.
Adalah dalam perjalanan menuju Soto Jalan Bank, saya melihat papan nama Museum BRI di sudut Jl. Bank, dan karenanya saya pergi ke sana setelah menikmati lezatnya soto. Namun saat itu sudah lewat jam 11.30, hari Jumat, dan pintu museum telah ditutup, sehingga saya pun pergi ke Masjid Agung Purwokerto untuk Jumatan.
Masjid Agung Purwokerto, dengan latar depan seorang pria tengah melangkah di atas hamparan rumput hijau dekat sebuah tanda yang berbunyi “Dilarang berjalan di atas rumput”…
Saya pun naik taksi dari depan Alun-alun Purwokerto ke Baturraden dengan ongkos tetap Rp.25.000 sekali jalan, yang merupakan tarif resmi untuk pergi ke Baturraden. Ketika pulang ke Purwokerto saya naik angkot yang cukup nyaman dengan ongkos Rp.5.000.
Tiket masuk ke daerah Lokawisata Baturraden adalah Rp3,000 per orang. Ini merupakan kompleks wisata yang sangat luas dimana pengunjung bisa menikmati pemandangan indah lereng Gunung Slamet, bermain di kolam renang, air terjun, atau berjalan kaki ke sumber air panas di Pancuran-3 dan Pancuran-7, dan menyenangkan anak di area permainan.
Monumen, yang terletak beberapa meter dari gerbang pintu masuk, didirikan sebagai peringatan untuk mengenang para anggota Brigade XVII Tentara Pelajar Kompi Purwokerto yang gugur dalam pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, antara tahun 1940-1949.
Diorama yang menggambarkan legenda Raden Kamandaka, atau Lutung Kasarung, nama-nama samaran yang digunakan oleh Banyak Cotro selama pengembaraannya untuk mencari pasangan hidup, yang membawanya ke Kadipaten Pasir Luhur, sebuah daerah di abad 14 yang berada di sekitar Baturraden. Banyak Cotro adalah seorang pangeran, anak tertua dari permaisuri pertama Raja Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Ini merupakan sebuah legenda yang menggambarkan hubungan diantara pusat kekuasaan di Jawa Barat dan Jawa Tengah di masa silam dengan akhir bahagia, tidak sebagaimana dengan cerita tragis Perang Bubat yang membawa kejatuhan Mapatih Gajah Mada dari tampuk kekuasaan,
Tangga yang menuju ke kompleks makam yang dikeramatkan, terletak di dalam Lokawisata Baturraden. Tempat ini konon merupakan petilasan Gusti Kenconowungu dan Raden Kamandaka. Kenconowungu diduga adalah kerabat dekat keluarga Kesultanan Surakarta.
Pemandangan elok Lokawisata Baturraden, dengan jajaran hutan pinus di latar belakang, dan sungai Gumawang di bagian depan.
Tanda dekat Pancuran-3, yang merupakan sumber air panas terdekat di dalam kompleks, berjarak sekitar 500 dari gerbang pintu masuk. Jarak ke Pancuran-7 adalah sekitar 2,5 km yang juga bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat melalui rute yang berbeda.
Telapak tangan yang dipahat di atas batu hitam bisa ditemui didekat Pancuran-3, yang konon merupakan tempat Mbah Tapak Angin, salah satu penunggu dan penjaga gaib Gunung Slamet.
Batu andesit raksasa banyak ditemui di Lokawisata Baturraden, yang menunjukkan kegiatan vulkanik di masa lalu yang berbahaya dari Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang paling aktif di Pulau Jawa.
0 komentar:
Posting Komentar